#BeraniLebih Hidup Sehat dengan Meminimalisir Amarah

Siapa yang nggak pernah takut di dunia ini? Kalau bicara takut biasanya lawannya berani. Tapi, berani nggak melulu karena berusaha melawan ketakutan kan? Ada orang yang #BeraniLebih untuk mencapai cita-citanya atau #BeraniLebih agar bisa menjadi ibu yang lebih baik untuk anak-anaknya. Kalau seperti itu apa karena takut?

Saya pribadi apabila ditantang #BeraniLebih untuk diri sendiri, pastinya banyak jika itu soal ketakutan. Maklum, saya tipe orang yang penakut. Tapi, #BeraniLebih yang benar-benar saya usahakan saat ini adalah #BeraniLebih ‘usir’ si pemarah atau setidaknya meminimalisir amarah. Apa maksudnya? Saya ingin menjadi seorang wanita dan ibu yang penyabar agar bisa mendidik anak-anak lebih baik lagi dan hidup pun jadi lebih sehat.

Kedengarannya memang sederhana, tapi perjuangan saya untuk menjadi seseorang yang sabar tak sesederhana kelihatannya.

Sabar bisa dikaitkan dengan macam-macam. Misalnya saja sabar menahan emosi yang kerap meninggi, sabar menjalani kehidupan, sabar menghadapi seseorang, sabar menunggu, dan masih banyak sabar lainnya. Kalau saya pribadi sabar menghadapi emosi.

Saya ibu dua anak yang masih terus belajar dalam menghadapi anak. Sudah ditahan-tahan nggak bersuara keras ke anak, tetap saja masih bersuara keras. Padahal saya sudah niat nih, sehari ini saya nggak mau marah-marah ke anak. Tapi baru semenit berniat malah melakukannya lagi, yakni marah-marah. Inget donk, marah-marah picu banyak penyakit. Sabar…sabar…

Kalau saya suka marah-marah kasihan anak. Ingatkah lagu anak berjudul Jangan Marah yang liriknya “Kutakut mamaku marah, kutakut papaku marah..” Pas mendengar lagu itu di acara sekolah kakak, saya serasa tertampar.

Ada lirik kayak begini “Senin selasa rabu kamis jumat sampai sabtu
Mama marah melulu. Tapi hari Minggu marah marahnya libur…”

Semoga saya tidak seperti itu. Itulah yang membulatkan tekad saya #BeraniLebih menjadi ibu yang lebih baik.

Penyebab saya suka marah-marah saya juga tidak tahu. Apa karena dulu saya bekerja sekarang di rumah saja ya. Jadinya jet lag 😀 Orang bilang kepribadian orang terbentuk karena pengaruh lingkungan sekitar.

Kalau tubuh saya ini bisa menjawab alasan kenapa gampang marah kan enak, siapa tahu bisa diperbaiki biar si pemarah tahu waktu. Dulu saya pernah bertemu seorang psikiater yang menciptakan alat yang mendeteksi emosinya. Hasilnya, grafik saya naik turun yang artinya saya emosian 🙁 Pantas saja…

Memang benar banyak artikel yang menginformasikan supaya ibu nggak marah-marah atau membentak ke anak. Tapi, apa bisa hidup itu saklek seperti artikel? Menurut saya artikel tersebut hanya panduan, semua kembali ke pribadi masing-masing yang menjalankan.

Meski berkali-kali ‘lupa’ dengan niat, demi menggolkan tujuan ini maka saya harus selalu berusaha keras untuk #BeraniLebih menjadi pribadi yang sabar dan sehat.

Kata orang sih kepribadian seseorang sulit diubah, bahkan ada yang bilang nggak bisa diubah. Orang yang suka marah-marah butuh waktu lama untuk menjadi orang yang penyabar. Tapi, di dunia ini tak ada yang tak mungkin kan? Saya bertekad bulat #BeraniLebih agar ‘si sabar’ itu datang. Apa caranya? Macam-macam. Bisa berpuasa, meditasi, banyak berdoa, berwudhu, dan masih banyak lagi.

Harus bisa, semangat….

468 words

Facebook: melly.kuswaraharja
Twitter: @mellykus

Tulisan ini diikutkan dalam Kompetisi Tulisan Pendek #BeraniLebih

image