Baby Blues atau Depresi

Sumber foto: metroparentmagazine
Sumber foto: metroparentmagazine

Baby blues, istilah yang dulu sekadar saya kenal sebelum menikah dan memiliki anak. Saya hanya bisa melihat di film atau membaca kisah ibu yang baby blues di media online. Tapi, saya baru tahu apa itu Baby Blues sebenarnya karena saya menduga mengalaminya sendiri.

Saya menulis ini setelah membaca sebuah postingan blog tentang baby blues syndrome yang membuat seorang ibu meninggal dunia. Jika melihat kasusnya, bisa jadi sang ibu mengalami depresi pascamelahirkan atau Postpartum depression .

Itulah mengapa seorang ibu baru melahirkan perlu mendapat dukungan dari sekitarnya.

Saya sendiri nggak tahu kenapa bisa mengalaminya, baik pada anak pertama maupun kedua. Saya selalu merasa sedih dan sendiri, padahal suami dan kedua ibuku selalu mendukung. Apa yang dilakukan semua atau kedua ibuku seakan tak cukup dan sering saya anggap tak mendukung, karena mereka saya anggap lebih kepada menyalahkan apa yang saya lakukan.

Waktu itu perasaan saya benar-benar sensitif. Terkadang saya menangis di keheningan malam entah apa penyebabnya. Hati ini seakan ingin menjerit tapi tak bisa dan hanya dipendam. Jadilah saya mengetik-ngetik cantik atau “mengobrol” dengan Sang Pencipta dalam doa. Saya tak tahu apa itu sudah depresi atau tidak karena saya nggak pernah ke psikolog, hanya baca-baca saja.

Suatu ketika saya menulis status karena penat yang sudah tak tertahankan yang isinya mempertanyakan apakah yang saya alami baby blues. Namun sayang seseorang yang berprofesi psikolog mengatakan itu baby blues yang telat. Apa maksud tanggapannya? Apa memang itu bukan baby blues.

Lagi-lagi saya dibuat sedih, mengapa tanggapannya seperti itu. Tapi ya sudahlah. Namanya juga tulisan, bisa beda konteksnya. Bisa saja saya anggap itu meremehkan, padahal dari pihak sana tidak.

Seorang teman ada yang berbaik hati dengan tanggapan yang membuat saya tenang. Menurutnya baby bluesitu bisa terjadi selama ibu mengurus bayi.

Sebenarnya apa itu baby blues?

Saya mencari untuk memastikan artinya. Situs WebMD menuliskan, sebanyak tiga dari empat perempuan bakal mengalami perubahan suasana hati jangka pendek yang dikenal sebagai baby blues setelah bayi mereka lahir.

Baiklah, wajar jika psikolog itu menanggapi status saya bahwa itu telat. Tapi ini belum selesai. Menurut situs tersebut, hampir 12 persen mengalami yang lebih serius dan depresi pascamelahirkan (postpartum) yang tahan lama. Apa saya termasuk yang bertahan lama?

Seorang ibu baru suasana hatinya bisa tiba-tiba berubah seperti, sedih, menangis, kehilangan nafsu makan, masalah tidur, dan marah, gelisah, cemas, dan kesepian. Gejala yang dialami tidak berat dan tak memerlukan pengobatan.

Pada saat baby blues ada hal yang bisa dilakukan agar merasa lebih baik. Tidur ketika bayi tidur. Meminta bantuan dari suami, anggota keluarga, dan teman-teman. Bergabung dengan kelompok pendukung ibu baru atau berbicara dengan ibu-ibu lain

Kembali ke kisah saya. Kalau orang weekend menjadi waktu yang menyenangkan, tapi bagi saya weekend menjadi waktu yang menakutkan. Sabtu Minggu selalu membuat saya menangis karena di hari itu tak ada ART (Asisten Rumah Tangga) yang membantu. Alhasil, hanya saya dan suami yang beberes dan macam-macam. Lantas di mana kedua ibuku? Tentu saja ada keperluan seperti ikut pengajian yang membuat keduanya tak bisa menginap.

Meski suami di rumah, saya masih saja merasa sendirian. Saya merasa semua harus saya yang melakukan. Padahal, suami sudah membantu. Paling repot kalau saya sendirian dan suami harus piket kerja. Beban yang saya pikul rasanya waktu itu berat sekali, hiks.. Jadi wajar saja, mata sering bengkak dan emosi nggak terkendalikan.

Saya semakin bingung, apa yang saya alami? Mau ke dokter saya malu..

Sebenarnya, baby blues itu umum dialami ibu yang melahirkan. Jadi jangan merasa sendirian.

Baby blues sangat normal dan sangat umum,” kata Catherine Monk, PhD, yang merupakan Asisten Profesor Psikologi Klinis di departemen psikiatri dan kebidanan di Columbia University College of Physicians and Surgeons.

“Memiliki bayi, bahkan jika itu bayi kedua atau ketiga, mengubah hidup Anda. Itu, dikombinasikan dengan berfluktuasinya hormon karena tubuh Anda yang hamil menjadi tidak hamil, yang bisa menyebabkan perubahan suasana hati yang hebat.”

Baby Blues atau Depresi?

Ternyata, kata kedua ahli itu ada dua perbedaan besar antara baby blues dan depresi pascamelahirkan. Apa itu?

Baby blues biasanya dimulai beberapa hari setelah melahirkan dan berlangsung sekitar 10 hari hingga dua minggu. Tapi, ibu-ibu jangan langsung berasumsi jika perasaan masih mudah terharu pada hari 15, itu harus dimasukkan dalam depresi postpartum. Menurut Monk, karena hal tersebut bukan ilmu pasti.

Baby blues perasaannya juga berbeda dibanding depresi postpartum. “Baby blues tampak menjadi penuh perasaan,” jelas Nada Stotland, MD, MPH, profesor psikiatri dan kebidanan dan ginekologi di Rush Medical College di Chicago.

“Anda bisa menangis karena Anda merasa sedih, tetapi Anda juga bisa hanya melihat bayi dan menangis karena penuh emosi.”

Beda lagi sama Postpartum depression yang bisa berlangsung lebih lama dan itu lebih parah. Stotland menggambarkannya sebagai “perasaan sedih” sepanjang hari, dengan melihat semua yang Anda lakukan dengan lensa berwarna abu-abu.

Postpartum depression bisa terjadi kapan saja dalam tahun pertama setelah melahirkan, keguguran, kelahiran bayi meninggal. Seorang wanita mungkin merasa sedih, kekurangan energi, kesulitan berkonsentrasi, kecemasan, dan perasaan bersalah dan tidak berharga.

Jadi, Postpartum depression bukanlah baby blues, yang biasanya hilang dalam beberapa minggu. Gejala depresi postpartum bisa bertahan selama berbulan-bulan.

Berikut beberapa gejala depresi pascamelahirkan:

1. Gangguan Tidur

Setiap orang memberitahu Anda untuk “tidur saat bayi tidur” – tetapi ketika Anda mencoba untuk tidur, dan tahu Anda memang perlu tidur tetap saja Anda tidak bisa.

2. Nafsu makan berubah

Ibu yang mengalami depresi pascamelahirkan itu biasanya kehilangan nafsu makan sehingga berat badannya turun dibanding seharusnya. Tapi bisa sebaliknya, nafsu makan menggebu-gebu alias berlebihan.

3. Tidak tertarik bertemu orang
4. Tidak bisa menikmati hal-hal yang seharusnya bisa Anda nikmati.
5. Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi.
6. Menyalahkan diri sendiri, berpikir Anda adalah seorang ibu yang buruk dan Anda tidak bisa melakukan sesuatu dengan benar.
7. Ketidakmampuan memiliki ikatan dengan bayi Anda, yang bisa menyebabkan perasaan
malu atau bersalah.

Gejala-gejala ini bisa terjadi pada hari pertama atau kedua setelah melahirkan. Atau bisa juga mengikuti gejala baby blues setelah beberapa minggu.

Sekarang coba cek, apakah beberapa gejala dialami. Kalau iya dan sudah berlangsung lama, segera hubungi dokter untuk menanyakan skrining depresi postpartum.

Jadi apa perbedaannya? Perbedaan antara depresi postpartum dan baby blues adalah depresi postpartum sering mempengaruhi kesejahteraan wanita dan menjauhkan dia berfungsi dengan baik untuk jangka waktu yang lama. Postpartum depression perlu ditangani dokter. Konseling, kelompok pendukung, dan obat-obatan adalah hal-hal yang dapat membantu.

Ibu baru memiliki kesempatan lebih besar mengalami depresi postpartum jika:

1. Sudah depresi atau postpartum depression sebelumnya.
2. Miliki dukungan yang buruk dari pasangan, teman, atau keluarga.
3. Anda memiliki bayi yang sakit atau kolik.
4. Anda memiliki banyak stres lainnya di dalam hidup Anda.
5. Anda lebih mungkin untuk mendapatkan postpartum psikosis jika Anda atau seseorang dalam keluarga Anda memiliki gangguan bipolar (juga dikenal sebagai manik-depresi).

Depresi postpartum psikosis ini merupakan depresi dalam bentuk parah dan jarang terjadi. Ini keadaan darurat, karena bisa menjadi lebih buruk dengan cepat dan menempatkan seorang ibu baru atau orang lain dalam bahaya.

Setiap wanita yang memiliki depresi postpartum bisa sekilas berpikir ingin bunuh diri atau menyakiti bayinya. Tapi wanita dengan postpartum psikosis mungkin merasa dia harus bertindak dengan pikiran tersebut.

Tak Salah

Stotland mengatakan, katahuilah ibu-ibu yang mengalami depresi postpartum tidak sendirian dan tidak ada yang “salah” dengan diri Anda.

“Orang-orang cenderung berpikir Anda tidak tahu berterima kasih jika Anda mengalami depresi postpartum, karena Anda memiliki bayi yang sehat,” katanya.

“Ini merupakan hal yang indah dengan memiliki bayi yang sehat, tetapi ketika Anda memiliki depresi, Anda tidak merasa beruntung, terutama ketika dunia sedang mengatakan seharusnya Anda bahagia.”

Mencari bantuan, katanya, memungkinkan Ibu baru bisa menikmati diri sendiri dan bayi Anda dengan cara yang Anda selalu inginkan.

Selain itu, untuk membantu diri sendiri menjadi lebih baik, pastikan Ibu baru makan dengan baik, melakukan beberapa latihan setiap hari, dan banyak tidur. Dapatkan dukungan dari keluarga dan teman-teman jika Anda bisa.

Cobalah untuk tidak merasa buruk tentang diri Anda karena memiliki penyakit ini. Kondisi tersebut bukan berarti menunjukkan Anda seorang ibu yang buruk. Banyak wanita mengalami depresi pasca melahirkan. Ini mungkin memerlukan waktu, tetapi Anda bisa menjadi lebih baik dengan pengobatan.

Lantas saya bagaimana? Ya, saya mencoba mengobati diri ini sendiri. Tapi nggak tahu juga ya hasilnya. Tapi, alhamdulillah baik-baik saja. Sebaiknya kedokter jika merasa sudah merugikan diri sendiri atau bayi. Komunikasi yang baik dengan suami juga bisa menjadi solusi. Tapi, tak terlepas dari itu semua, bagi saya cara mendekatkan diri ke Tuhan yang membuat hati ini lebih tentram.

Teman pernah memberitahu, jika sedih luapkanlah jangan dipendam. Jika perlu menangis, menangislah. Apabila berbicara sendiri bisa membangkitkan semangat maka lakukanlah. Atau jika menulis bisa membuat diri ini lega, lakukanlah. Apapun yang membuat diri ini tenang lakukanlah karena yang tahu diri sendiri siapa lagi.

Tulisan ini hanya catatan saya dan saya gabungkan dengan kutipan pendapat ahli karena saya bukan ahlinya, hehe..

Semoga bermanfaat 🙂