Mencicipi Bebek ‘Kremesan’ Kuningan di Eat Republic

Katanya makannya capek. Kok masih datang ke Eat Republic? Di postingan saya sebelumnya sudah saya jabarkan, makan capek bukan berarti kapok, hehe.. Dan kali ini saya akan menuliskan tentang menu bebek goreng

  

 Saya bukan ambasador atau buzer mereka ya, tapi karena saya pernah berjanji dengan mimin twitter Bebek Kuningan untuk menulis reviewnya, jadi saya berusaha memenuhi janji tersebut.

Jadi menu masakan yang akan saya bahas tentunya dari Bebek Kuningan di Eat Republic. Saya memang masih pendatang baru untuk urusan menu bebek. Saya baru mulai suka bebek sekitar 10 tahun yang lalu, dan itu bermula dari Bebek Yogi di sekitar Palmerah.

Sebelum suka bebek, bayangan saya bebek itu alot, amis, atau bau perengus. Saya nggak suka bebek karena keluarga saya pada nggak suka bebek. Makanya dari kecil nggak pernah mencicipinya.

Terus kenapa saya bisa menjudge bebek alot dan amis? Itu saya dengar dari mama saya yang memang nggak suka bebek, hehe..

Tapi, pas saya sudah mulai bekerja, teman-teman yang mengajak saya makan bebek. Dan di situlah saya mulai suka.
Sejarah perbebekan di selera saya cukup di situ dulu, nggak usah panjang-panjang. Mari mulai membahas menu Bebek Kuningan.

Bebek Kremesan

Kebetulan Minggu malam, tetangga saya yang baik hati mentraktir kami sekeluarga (suami, saya, dan dua anak) makan malam sebagai selamatan ulang tahun. Karena sudah malam, kami memilih tempat yang dekat ruman di wilayah Pondok Cabe, mana lagi selain Eat Republic. 

Ini kesempatan saya memenuhi janji ke mimin. Maklum, sejak kunjungan pertama ke Eat Republic, saya belum datang lagi.

Tetap dengan konsep yang sama (ya iyalah, masa berubah) makan bayarnya pakai kartu. Blog sebelumnya saya menuliskan ada kartu harian dan seumur hidup. Itu bahasa saya sendiri, yang formalnya Member (saldo berlaku tanpa terbatas) dan Reguler (maksimal 30 hari penggunaan, setelah itu hangus saldonya).

Dan saya masih merasakan makannya capek duluan, hahaha… Tapi kali ini nggak muter-muter dulu karena saya sudah melihat gubuk Bebek Kuningan pas cari duduk.

Saat memesan, saya bingung pilih menu apa. Saya hanya menanyakan, menu andalan di sini apa? Tapi mbak yang jaga bilang semuanya, hadeeee…. Namanya juga penjualnya.

Setelah melihat pilihan bebek bakar apa bebek kremesan, saya kok condong bebek kremesan. Belum berani mencoba yang bakar 😀

Saya pilih menu paketan bebek kremesan dada. Itu udah pakai nasi plus timun dan sayur-sayuran, tahu dan tempe. Harganya sekitar Rp 46-49ribu. Lupa persisnya, maklum ditraktir, hihi… Sayangnya, nasi uduknya udah kehabisan. Ya sudahlah, saya pilih nasi putih biasa. Anak tetangga juga memesan menu yang sama tapi bagian paha.

Mbak dan mas kemudian meminta saya dan anak tetangga menunggu 5 menit. Sepertinya sih nggak lewat dari waktunya. Saya hanya ingat menunggu sejak pukul 19.15WIB, eh pas selesai nggak lihat jam lagi. Laper bu… 😀

Pas lihat hasilnya, ya ampun… Itu dada bebeknya besar banget ya. Terkaget-kagetlah saya. Gimana ngabisinnya (aslinya mah pasti habis, haha).. Saya masih menggendong putri cantik, jadi nasi saya dibawain anak tetangga (emak-emak nggak tau diri ya, udah ditraktir emaknya dia juga :p)

Saking kaget dan takjubnya, saya sampai nggak sadar ada yang terlewati. Apa itu? Jawabannya di pembahasan selanjutnya.

Setelah sampai di meja, saya menunggu semua siap dengan makanannya. Nggak enak juga kan yang ngundang belum makan masa saya yang makan duluan, haha..

Nggak sadar, tangan putri cantik saya sedang sibuk. Lagi ngapain hayo? Lagi ngubek-ngubek sambal bebek, aduuuoooohhhh anakku. Langsung nyari keran buat cuci tangan dunk. Setelah selesai, balik ke meja lagi.

Nah, sekarang sudah tenang. Semua sudah punya makanan sendiri-sendiri. Saya pun memulai aba-aba siap makan. Putri cantik masih dalam pegangan saya, tapi dia bisa duduk karena di kursi panjang.

Pas mensuir daging bebeknya udah terasa banget empuknya. Namanya daging bebek, jadi nggak seputih ayam. Jangan kaget kalau agak hitam atau cokelat ya *sukabutawarnagajelas*.

Itu daging saya cocol ke sambal yang tersisa sedikit dan saya campur dengan nasi yang nggak terlalu pulen dan tidak perak (sedang-sedang saja). Nyam…nyam…enak. Sambalnya pedas, tapi kata teman saya pedasnya nggak terlalu. Kalau saya mah udah kepedesan.

Sambalnya ueenaaak tenan. Sambal matang sih, maksudnya sambal goreng. Tapi, saya yang nggak jago masak dan tak kenal banyak bumbu sulit menjabarkan. Apa pake daun jeruk ya *sokteulagi*

Itu baru sambalnya, dagingnya bagaimana? Beneran empuk, nggak pake alot. Jadi nggak perlu perjuangan buat ngunyahnya.

Demi membuktikan itu daging amis atau perengus nggak, saya coba hanya makan suiran daging tanpa nasi dan sambal. Dan hasilnya, amisnya sudah nggak terasa banget. Namanya daging si amis biasanya ada terasa dikit. Oke deh, bumbu-bumbu yang diracik juga bikin daging nggak terasa hambar.

Terus keremesannya gimana? Saya mungkin termasuk orang yang jadul nih. Kalau saya lebih suka keremesan yang digoreng bareng bebeknya. Jadi bukan keremesan yang tinggal tabur. Kan enak tuh jadinya hangat-hangat dan campur bumbu-bumbu dari bebek. Apalagi kalau dicampur nasi hangat yang berasap-asap, wuih sedapnya rek.

Berhubung ini kremesan taburan, kok saya ngerasa nggak berbaur sama bebeknya, hehehe…Apa memang begitu ya yang benarnya. Maklum saya hanya penikmat makanan, nggak tahu aturan sebenarnya 😀

Selain itu, warnanya juga beda, kremesannya kuning bebeknya hitam (ya iyalah)…

Ini baru pertama kalinya saya makan bebek pake lama. Selain gede, kayaknya sayang untuk dilewatkan hingga suiran terakhir.. alhamdulillah, bebek habis perut pun kenyang.

Setelah piring dibersihkan, saya liat ke piring anak tetangga. Kok tadi saya nggak pakai tahu sama tempe ya. Apa si mas salah denger, saya beli paketan, hehe.. saya lupa, kertas struk pembayarannya juga nggak tahu kemana.

Terus berapa nilainya dunk? Saya kasih 8,5 dari 10.

Buat yang belum pernah nyoba makan bebek tapi penasaran seperti apa rasanya, bisa mulai di Bebek Kuningan. Nggak pakai alot dan nggak bau perengus yang suka bikin ilfil.

Saya udah bujuk suami coba makan bebek, secara dia ga suka bebek. Tapi gagal total karena alasannya dulu pernah pelihara bebek. Dan saking sayangnya sama si bebek, sang suami berjanji nggak akan pernah makan bebek. Yaah, ini mah susah. Seenak apapun nggak akan pernah nyoba 😀

Ruang Bebas Asap Rokok

Kali ini saya masih belum bosan-bosannya menanyakan adakah ruangan yang bebas asap rokok ke kasir.

Pas lagi makan, tiba-tiba mata saya tertuju kepada seorang ibu dan anaknya yang makan di ruangan. Saya pikir itu ruang buat No smoking.

“Mas, itu untuk area no smoking?” kata saya sambil menunjuk ke ruangan tersebut.

“Oh, itu ruang private. Hanya customer yang top up kartunya minimal Rp 2juta yang bisa reserve,” kata mas kasir.

Wah, saya aja kalau isi kartu nggak nyampe Rp 300ribu. Mau ke ruangan itu mahal juga yaaa…

“Terus high chairnya bagaimana, ada nggak?” tanya saya. “Maaf, sampai saat ini kami belum menyediakan,” kata mas kasir.