Hadapi Komentar Anak Nggak Bisa Diam

Seseorang itu memang harus merasakan dulu baru bebas berkomentar setelah tahu seperti apa rasanya. Ini bisa terjadi dalam kondisi apa saja. Baik di pekerjaan atau orangtua.

Sebagai ibu dan orangtua dari anak-anak yang masih kecil pasti pernah dihadapkan anak-anaknya nggak bisa diam lari ke sana kemari. Atau suka ngomong spontan yang mungkin kurang baik meski di rumah sudah diajari. Dan tiba-tiba ada orang dengan wajah tak suka melihat ke anak kita. Bahkan ada yang mengucapkan kata-kata yang nggak enak. 

“Kok bisa sih dengan dua anak seperti itu (baca: nggak bisa diam).”  Atau “Anak ini omongannya kok kasar ya, emangnya ortunya nggak tahu”. 

Komentar seperti itu terdengar biasa, tapi kalau orangtua dalam posisi sensitif komentar itu bisa langsung makjleb. Serasa ortu terburuk di dunia. Ingatlah, menjadi ortu itu harus belajar setiap hari. Bisa saja orang yang kita komentari sudah berusaha keras dan belajar setiap hari menjadi ortu yang baik untuk anaknya, tapi namanya juga proses.

Kalau saya dalam posisi kayak begitu saya paling membatin, mungkin orang ini belum merasakan berada di situasi seperti saya. Atau memang orang itu sudah jago mengatasi situasi seperti apa yang saya alami.

Semua anak itu tidak sama, masing-masing punya keunikan tersendiri. Anak si A pendiam bukan berarti anak si B juga harus pendiam. Atau anak A nggak bisa diam sedangkan B anteng. Bisa juga anak A suka ngomong macam-macam di luar, siapa tahu di rumah nggak. Bisa karena takut karena ortunya galak, atau dia sedang belajar mencobanya.

Coba pikirkan apa yang bakal orangtua si anak rasakan jika mendengar komentar seperti di atas. Kalau sensi biasanya sih jadi kepikiran dan merasa nggak enak. Walau itu bisa jadi koreksi.

  1. Bisa saja si ortu berpikir, ada yang salah dengan anak saya? Toh anak anugerah bukan beban yang sampai harus mengatakan ‘Kok bisa’.  Semua anak nggak bisa dipukul rata harus memiliki sifat yang sama, ya seperti orang dewasa saja.
  2. Cuek saja. Umpamanya si ortu di dalam hati ngomong “Ini juga anak saya, apa urusannya. Toh selama ini situ nggak ngurusin kan.” Nah lho!

Saya punya satu pengalaman. Suatu kali anak saya dan sepupunya berlari-lari di pesta perkawinan dan tanpa sengaja menjatuhkan foto prewednya dan tiba-tiba prang…kacanya pun pecah.

Anak saya akhirnya menghampiri saya dan menangis. Katanya ada yang marah ke dia dan membela diri bahwa bukan dia yang melakukannya karena banyak anak yang juga berlari.

Kalau kayak gini, tentu orangtuanya yang salah karena membiarkan anak berlari-lari. Ya, itu saya akui. Tapi, pernahkan berhasil meminta anak diam saat saudara-saudaranya berkumpul.

Mulut sampai berbusa ngingetin “Duduk di sini yang rapi”, atau “Nggak usah lari-lari” kayaknya nggak didenger deh. Anak-anak tetap saja berlari bersama saudara-saudaranya. Kalaupun sempat berhenti biasanya hanya sebentar, terus lanjut lagi. 

Kenapa anaknya nggak dibawa aja, atau sekalian saja ibu dan anaknya nggak ikut? Ehm…setiap orang punya alasan masing-masing. Kita bisa gampang mengatakan nggak usah ikut saja. Tapi kalau itu saudara dan kita nggak datang bagaimana coba 🙂

Anak-anak bermain itu wajarkan. Usia mereka memang sedang senang-senangnya bermain. Dulu kita juga pernah kecil dan tentu tahu rasanya bermain bareng. Apalagi main kejar-kejaran.

Banyak orang yang mengatakan anak-anak sekarang kok beda? Namanya juga zaman berubah. Teknologi aja sekarang udah canggih. Makanan juga banyak yang instan, polusi udara makin meningkat. Segala kemungkinan bisa berpengaruh.

Kembali ke anak yang nggak bisa diam. Saya lebih suka melihat anak-anak bergerak dibanding duduk main gadget atau ponsel. Biar dia belajar bersosialisasi, bukan sibuk sendirian. Berlari lebih sehat meski tempatnya nggak mendukung 😀

Apa saya sebagai ibunya harus berlari-lari mengikutinya terus, ehm… Kalau ada ibu yang bisa melakukan itu saya salut. Awalnya saya mengikuti anak saya, tapi lama-lama ngos-ngosan.

Mamanya kalah lincah, hehe… Akhirnya saya lepas tapi mata saya mengawasi. Cuma namanya acara resepsi, ramai kayak gitu bagaimana mata bisa memantau semuanya.

Sebelum mengatakan anak orang lain nakal, atau anak orang nggak bisa diam, coba koreksi diri dulu. Anak-anak itu nggak ada yang nakal, cuma ada yang nggak bisa diam-maunya bergerak terus. Itu hanya sebagai bentuk mereka mengekspresikan dirinya. 

Hati-hati dengan ucapan kalau belum merasakannya 🙂 Ngomong, “Anakmu bau tangan ya”, nanti siapa tahu merasakan hal yang sama. Kalau yang ini pengalaman pribadi, hehe… 

Memang kalau bau tangan jadi susah ngerjain apa-apa sih, tapi namanya juga bayi masa dicuekin pas nangis 😀 Nanti, kalau anak udah gede bakal kangen nimang-nimang dan gendong lho, soale udah ogah digendong 🙂

Ini kenapa jadi panjang lebar nggak jelas yaaa…. 

#Edisingalorngidul