Begini Cara Kerokan yang Benar Agar Nggak Sakit

Masuk angin nggak ada itu di kamus para dokter. Makanya kalau saya bilang anak batuk karena masuk angin, pasti dokternya senyum-senyum gitu deh. Dan kata orang buat mengatasi masuk angin dikerok saja pakai uang logam. Tapi, nanti pembuluh darahnya jadi lebar nggak? Atau kulitnya rusak nggak?

Kami sekeluarga memang paling antikerokan. Kalau tukang pijat maksa harus pijat, mau nggak mau terima aja. Akhir pekan lalu, kami sekeluarga ke Pantai Carita. Setelah dua malam menginap, kakak batuk-batuk dan putri cantik pilek. Memang angin di sana sedang kencang. Kata panitianya kakak kemungkinan masuk angin dan disarankan dikerok saja, biar anginnya keluar.

Saya cuma senyum dan bilang, nanti dikerok. Padahal saya takut juga kalau harus ngerok, apalagi anak.

Sebenarnya kerokan itu bagaimana sih? Kok agak-agak ngeri ya bentuknya kayak tato tengkorak gitu udahannya.

Pas cari-cari ketemulah penelitian dari seorang Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Prof Didik Gunawan Tamtomo. Tapi, pas dibuka link jurnalnya kayaknya dihack.

Eh pas penasaran, di grup ada yang share info penelitian kerok dari Profesor Didik. Beliau tertarik meneliti manfaat kerokan dan penelitian tersebut dilakukan sejak 2003-2005.

Menurut tulisan tersebut, praktik pengobatan kerokan sudah dikenal sejak zaman nenek moyang, tetapi sejauh ini belum ditemukan literatur tentang asal-usul kerokan.

“Metode semacam kerokan juga dikenal di negara lain, seperti di China (gua sha), Vietnam (cao gio), dan Kamboja (goh kyol).”.

Kalau di Indonesia orang kerokan biasanya memakai uang logam ataupun alat pipih tumpul yang digerakkan di kulit secara berulang-ulang menggunakan minyak sebagai pelicin.

”Kerokan adalah kearifan lokal. Pasien saya menyatakan, kalau belum kerokan, belum puas,” kata Didik, awal April di Solo.

Kerokan Buang Angin

Penelitian yang dilakukan Profesor Didik itu dengan survei kuantitatif dan kualitatif. Ada 390 responden berusia 40 tahun ke atas yang mengembalikan kuesioner, hampir 90 persen mengaku kerokan saat ”masuk angin”.

Responden yang ikut survei itu adalah para pasien, tetangga, dan pedagang di pasar. Para responden tersebut benar- benar percaya kerokan menyembuhkan ”masuk angin”.

“Istilah ”masuk angin” sebenarnya tidak dikenal dalam dunia kedokteran. Masuk angin merujuk pada keadaan perut kembung, kepala pusing, demam ringan, dan otot nyeri.”

Merusakkah?

Menurut tulisan itu lagi, Profesor Didik melakukan penelitian ke dirinya sendiri pada tahap kedua. Profesor Didik mengerok bagian tangannya lalu dibiopsi, yaitu diambil sedikit jaringan kulit epidermisnya (kulit ari) untuk pemeriksaan mikroskopis.

”Selama ini ada anggapan, orang yang sering dikerok kulitnya akan rusak, pori-pori kulitnya membesar, atau pembuluh darahnya pecah. Namun, hasil pemeriksaan di laboratorium patologi anatomi UNS menunjukkan tidak ada kulit yang rusak ataupun pembuluh darah yang pecah, tetapi pembuluh darah hanya melebar,” kata Didik.

Melebarnya pembuluh darah membuat aliran darah lancar dan pasokan oksigen dalam darah bertambah. Kulit ari juga terlepas seperti halnya saat luluran.

Penelitiannya belum selesai, di tahap akhir dilakukan penelitian biomolekuler. Orang-orang yang dikerok atau tidak diperiksa darahnya. Tapi, Profesor Didik sudah mengumpulkan responden sesuai kelompoknya, seperti berat badan, usia, dan mengalami nyeri otot sebagai salah satu ciri ”masuk angin”. Semua responden adalah perempuan karena dinilai lebih suka kerokan dibanding laki-laki.

Ada empat hal yang diamati, yakni perubahan kadar endorfin, prostaglandin, interleukin, serta komplemen C1 dan C3.

Hasilnya, kadar endorfin orang-orang yang dikerok naik signifikan. Hormon endorfin dikenal bisa membuat merasa nyaman, rasa sakit hilang, lebih segar, dan bersemangat.

Selain endorfin yang meningkat, kadar prostaglandin turun. Prostaglandin adalah senyawa asam lemak yang berfungsi menstimulasi kontraksi rahim dan otot polos lain serta mampu menurunkan tekanan darah, mengatur sekresi asam lambung, suhu tubuh, dan memengaruhi kerja sejumlah hormon.

Di sisi lain, zat ini menyebabkan nyeri otot. Dengan menurunnya kadar prostaglandin artinya nyeri otot juga berkurang.

Cara Kerokan yang Benar

Profesor Didik menyarankan, kerokan sebaiknya dilakukan seperti ini:

1. Atas ke bawah

Kerokan dimulai dari atas ke bawah di sisi kanan dan kiri tulang belakang, dilanjutkan dengan garis-garis menyamping di punggung bagian kiri dan kanan.

2. Posisi pengerok

Alat pengerok dipegang 45 derajat agar saat bergesekan dengan kulit tidak terlalu sakit.

Meski penelitian tersebut menyatakan aman, saya kok masih nggak berani ya. Masih percaya kalau kerokan itu bikin kecanduan, hihi… *aslinyaemangpenakut*

Adakah penelitian yang terbaru. Salut sama dokter-dokter yang meneliti untuk mencari tahu baik buruknya kebiasaan masyarakat sekitar 🙂

Posted from WordPress for Android