Tetangga Tak Seseram Dugaan

Pindah rumah itu ada rasa ketakutan nanti tetangganya ramah-ramahkah atau malah seram jarang negor. Pikiran itu yang dulu ada di kepala saya. Maklum, lingkungan di rumah mama itu enak banget tetangganya pada akrab.

  
Perumahan atau kompleks itu kan identiknya hidup sendiri-sendiri, nggak berbaur, dan cuek masa bodo sama tetangga kanan kiri depan belakang. Dan di rumah nenek, yang perumahan biasa saja enak bener, warganya kompak dan akrab satu sama lain.

Ketika waktunya kami pindah, kenyataannya hidup di kompleks perumahan nggak seseram bayangan saya. Kompleks perumahan yang kami huni tetangganya ramah-ramah dan akrab pula.

Perumahan sistem cluster tanpa pagar itu memang ada gunanya. Pagar tinggi-tinggi biasanya menjadi pemisah dengan lingkungan sekitar. Tapi, nggak ada pagar jadi mudah kenal. Lihat tetangga cuci mobil, basa-basi negor. Namanya juga hidup bertetangga.

Tetangga itulah saudara terdekat. Ada butuh sesuatu nggak mungkin jauh-jauh minta tolong saudara. Tetanggalah yang paling cepat membantu. Jadi ingat pelajaran PMP dulu, hidup tolong menolong dan bergotong royong πŸ˜€

Meski tanpa pagar ada enaknya, tetap saja ada nggak enaknya juga. Kalau satpamnya lengah, bisa gampang congkel-congkel asesoris kendaraan. Ehm…

Hidup bertetangga itu harus saling menyapa, nggap diam-diaman. Tak kenal maka tak sayang. Hanya karena kecapekan kerja nggak punya waktu bersosialisasi mah sayang saja. Kalau ada apa-apa, tetangga nggak kenal susah juga kan.

Manusia itu makhluk sosial, perlu berinteraksi. Kalau diam menyendiri di rumah tanpa kenal warga sekitar nanti yang repot kita sendiri. Sesuper-supernya manusia butuh pertolongan dan bantuan orang lain. Hidup tak hanya vertikal tapi juga horizontal. Eaaaaa…

Ada arisan ikut aja, biar kenal dan setor wajah. Ada senam, ibu-ibu yang nggak kerja bisa ikutan biar sehat dan bergaul, hehe… Nggak suka kalau ibu-ibu kumpul malah bergosip, ya jangan ikutan begosip. Kumpulnya saja ikut πŸ˜€

Serunya lagi, banyak tetangga yang jualan makanan. Awalnya dulu tahunya yang jual buah-buahan kayak anggur, pir, atau jeruk impor. Beli berapapun diantar ke rumah. Tapi, yang jual pilih mundur karena harganya makin mahal. 

Makin ke sini makin tahu banyak yang jual makanan. Dari yang jual telur ayam kampung, kerupuk palembang, rangginang, empek-empek, kebab, kue cubit, sampai smoothies. Semua jelas nggak pakai ongkir dan diantar sampai rumah pula, hehe..

Nggak cuma makanan, ada yang jual jilbab, kosmetik, dan ada juga ramuan tradisional buat wanita lho, hahaha… Super sekali tetangga-tetangga ini.

Seru kan..  Udah belajar rajin senam tapi setiap ada tawaran makanan tergiur beli, bagaimana coba. Belanja online mulai insyaf tapi belanja dari tetangga lebih menggoda, ampun…..

Ada lagi nih. Tetangga di rumah itu senang jalan-jalan. Jadi, ada agenda jalan-jalan. Baru sekali sih ke Bogor, tapi saya belum bisa ikut karena jadwal jemput kakak nggak bisa diganggu. 

Nggak cuma itu, ada acara lain yakni kumpul makan-makan di rumah tetangga. Entah itu ngerujak atau makan khas daerah tetangga yang punya rumah yang sederhana saja. Ya ampun, sibuknya ibu-ibu ini mengalahi pejabat, hihi..
Tapi, jangan kaget jika dalam bertetangga ada benturan kecil-kecilan. Benturan dengan tetangga itu wajar, namanya juga hidup. Tapi, jangan sampai benturannya membuat musuhan. 

Terus ngiri-ngirian nggak? Tetangga beli mobil baru mupeng, beli AC baru nggak mau kalah. Hahaha… Itu adanya di sinetron. Kalau tetangga lebih makmur makin senang donk, berarti bakal banyak antaran makanan ke rumah kita πŸ˜€

Saudara terdekatmu adalah tetanggamu

Posted from WordPress for Android