Tentu bahagia donk dinyatakan hamil. Sejak anak pertama usia 3 tahun kami berharap kehamilan anak kedua. Anak pertama cowok, pastinya anak kedua pengennya cewek. Berdoa semoga terkabul sambil terus membaya surat Maryam setiap malam. Saya yakin saja insyaAllah anak kami yang kedua cewek.
Kehamilan kedua ini tak berbeda dengan kehamilan anak pertama, masih mual-mual. Tapi, pas anak pertama biasanya nggak akan mual kalau makan nasi padang. Nah pas kehamilan kedua ini nggak mual kalau makan sayur. Pengen banget makan sushi walau dilarang-larang suami. Nyicip sedikit nggak masalah kan…
Pada kehamilan pertama aku tak bekerja, sehari-hari hanya di rumah. Berbeda pada kehamilan kedua ini. Aku sudah bekerja lagi.. Tentunya rasanya lebih lelah kalau kerja. Sudah mual, kerjaan numpuk jadinya lemes.
Makan apa aja nggak selera. Baru masuk dikit, keluar lagi. Pengennya jus sirsak. Nah, aku nggak cek-cek dlu boleh nggak minum jus sirsak pas hamil muda. Suami malah yang ingetin kalau itu nggak bagus. Okelah kalau begitu, aku gantinya jadi jus alpukat.
Pada kehamilan kedua ini aku mengalami anemia. Sebenarnya itu sudah terasa sejak hamil muda. Setiap berdiri lama, aku merasa pening dan melayang. Tapi dokter belum menganjurkan tes darah. Tes itu baru dilakukan pas saya hamil 8 bulan.
Mungkin dokter belum menganjurkan karena lumayan mahal harganya. Sekitar Rp400 ribu-an.
Tak hanya anemia, ternyata ketubanku juga terus berkurang. Entah apa penyebabnya. Kalau kata dokter kalau nggak rembes ya karena …(lupa).
Melihat kondisiku seperti itu, dokter mempercepat kelahiran anak keduaku. Harusnya sih tanggal 15 Juli 2014, tapi dimajukan jadi 28 Juni 2014. Kalau gtu, ya cuti maju.
Kelahiran kedua ini awalnya pengen normal, tapi caesar lagi. Alasannya, air ketubanku sudah sedikit. Kalau harus ya skala 10, punyaku tinggal 7. Ya udah, aku nggak mau ngotot.
Awalnya dokter mengagendakan operasi pukul 7.30 tapi mundur jadi 14.30. Trs maju lagi jdi 14.00. Dokternya galau banget ya.
Mulailah persiapan-persiapan. Awalnya aku disuruh menginap sejak hari sebelumnya di malam hari. Karena operasi mundur, jadilah datang pada Sabtunya saja.
Sampai di rumah sakit langsung masuk ruang persalinan. Di situ dicek segala-galanya sampai akhirnya jam 14.00 masuk ruang operasi.
Ternyata dokter anastesinya memberiku bius total. Aku sama sekali nggak sadar prosesnya gimana, beda dengan kelahiran anak pertama.
Si dokter memutuskan memberikan aku bius total karena pas tanya-tanya di ruangan persalinan, saya kelihatan ketakutan. Makanya dosisnya ditambah.
Pantes, masuk ruang operasi cuma ingetnya si dokter anastesi nyuntik punggung terus suster mau pasang kateter, udah deh nggak sadar. Baru melek setelah bidan ngasih tau “Ibu ini bayinya”. Senengnya pas disodorin bayi cantik ke pangkuanku.