Nilai matematika TKA anjlok lantas semua sibuk menyalahkan. Kita selalu sibuk cari kambing hitam. Orang tua nyalahin anak kurang belajar, sekolah nyalahin kurikulum, pemerintah nyalahin siapa lagi. Muter terus kayak kaset jadul. Padahal kalau kita jujur, ada satu aktor besar yang sering pura-pura nggak ikut campur: sistemnya sendiri.
Coba deh lihat realita di sekolah sekarang—berapa banyak mata pelajaran yang harus anak-anak telan saban minggu? Banyak banget.
Dan mayoritas masih berbasis hafalan. Anak disuruh ingat teori yang mungkin separuhnya nggak akan kepakai di masa depan. Sementara otaknya harus tetap bugar, fokus, dan siap mikir soal-soal tingkat tinggi.
Padahal, gimana mau mikir matematis kalau fondasinya aja belum kuat? Gimana bisa nalar dalam saat energi mental mereka sudah terkuras buat menghafal rumus, definisi, istilah, dan lembar-lembar teori?
Yang bikin capek itu bukan cuma anak-anak. Kita yang dewasa pun letih lihat semua pihak saling tunjuk, saling salahkan, saling merasa paling benar. Tapi ujung-ujungnya, yang selalu jadi korban ya… anak-anak kita.
Mereka yang harus menanggung ekspektasi, beban, dan tekanan dari sistem yang nggak mau berbenah.
Mungkin sudah waktunya kita berhenti ribut soal siapa yang salah, dan mulai bertanya: apa yang bisa diperbaiki supaya anak-anak bisa belajar dengan waras? Karena pada akhirnya, masa depan mereka jauh lebih penting daripada gengsi institusi mana pun.
