Ada satu fase yang bikin aku lumayan bingung sebagai orang tua: ketika anakku tiba-tiba tantrum setiap kali mau tampil. Ini baru muncul waktu sekolah anak bungsuku ngadain acara Hari Guru.
Padahal dulu, waktu TK, dia sering banget tampil—bahkan kadang ikut semangat sendiri. Tapi belakangan, setiap mau nyanyi atau berdiri di depan banyak orang, ujung-ujungnya dari rumah sudah nangis, gelisah, lalu menolak keras untuk masuk sekolah.
Awalnya aku mikir, apa dia lagi malas? Atau cuma cari perhatian? Tapi setelah beberapa kali kejadian, aku mulai sadar… mungkin bukan itu penyebabnya.
Anak kecil itu kan hidup di dunia yang buat mereka terasa jauh lebih besar dari ukuran tubuhnya. Hal yang menurut kita “cuma tampil sebentar”, buat mereka bisa terasa kayak berdiri di tengah stadion. Bising, banyak mata tertuju—semuanya numpuk jadi tekanan kecil yang belum bisa mereka jelasin dengan kata-kata.
Sampai suatu hari, dia bilang pelan, “Aku takut karena nggak hapal.” Dan entah kenapa kalimat sederhana itu nusuk banget.
Bukan karena dia salah, tapi karena aku baru ngeh…
Selama ini dia bukan menolak tampil. Dia takut mengecewakan.
Aku sempat nggak terima, sempat marah juga. Beberapa kali aku nasihati: takut itu wajar, tinggal belajar pelan-pelan buat ngatasinnya. Tapi rupanya cara itu nggak selalu berhasil. Bungsuku akan tampil bareng temannya sekelas, tapi di hadapan seluruh murid sekolah—dan itu terasa besar banget buat dia.
Memaksa ternyata nggak ada gunanya. Bahkan ketika aku bilang, “Ayo coba, nggak apa-apa salah. Yang penting kamu berani,” hasilnya tetap sama: kadang dia tetap tantrum. Emosi anak-anak memang belum punya rem yang matang.
Dari sini aku belajar satu hal: keberanian anak bukan dibangun dari panggung yang besar, tapi dari rasa aman di samping orang tuanya.
Jadi kalau anak tantrum sebelum tampil, mungkin bukan karena mereka keras kepala. Bisa jadi mereka hanya sedang butuh seseorang yang bilang, “Nggak apa-apa, kamu nggak harus sempurna hari ini.”
