Site icon MamaBocah

Kita Terlalu Cepat Menyimpulkan, dan Lupa Menjadi Baik dengan Diam-diam

Kita hidup di zaman yang serba cepat. Cepat membaca, cepat bereaksi, cepat tersinggung. Satu kalimat saja bisa memunculkan seribu tafsir. Dan anehnya, tafsir yang paling cepat muncul sering kali justru yang paling gelap.


Kita jadi manusia yang refleks menilai, bukan refleks memahami.

Ada orang baca tulisan apa adanya. Ia mengangguk, merenung sebentar, lalu lanjut hidup.

Tapi ada juga yang membaca lewat kacamata yang sangat rapuh. Setiap kata terasa ancaman, setiap opini dianggap serangan, setiap kalimat yang nggak sesuai persepsinya langsung dianggap keliru.

Aku pun jadi berpikir, “Jangan-jangan yang bikin kita lelah bukan tulisan orang lain, tapi pikiran kita sendiri yang terlalu cepat berlari.”

Lucu… kita bisa marah besar atas sesuatu yang penulisnya bahkan nggak maksudkan.
Kita bisa tersinggung oleh bayangan kita sendiri.

Dan di tengah budaya yang serba heboh itu, aku jadi ingat satu hal lain, yakni kebaikan.
Tapi bukan kebaikan yang dibuat ramai.
Bukan kebaikan yang dipamerkan.
Bukan kebaikan yang disiapkan untuk dipajang di postingan.

Aku bicara tentang kebaikan yang diam-diam.
Yang nggak butuh validasi.
Yang nggak perlu disiarkan ke publik.
Yang nggak menuntut nama.

Ada orang yang memilih menolong tanpa bilang siapa-siapa.
Ada yang memilih sabar tanpa pernah memanggil dirinya “orang sabar”.
Ada yang memilih memberi jalan, tidak karena ingin terlihat baik, tapi karena hatinya memang begitu.

Kadang, justru orang yang paling tidak heboh itulah yang paling tulus.

Dan aku merasa… inilah dua hal yang hilang dalam kehidupan kita:
cara membaca dengan tenang, dan cara menjadi baik tanpa gaduh.

Bayangkan kalau dua hal itu hidup lagi:

Dan pada saat yang sama, kita melakukan kebaikan kecil tanpa perlu membuktikan diri kepada siapa pun. Kita membantu bukan supaya dilihat, tapi karena itu hal yang benar.

Kita membaca tulisan seseorang dengan hati yang lapang, bukan dengan kecurigaan.
Kita bertanya dulu sebelum menuduh.
Kita memberi ruang bagi perbedaan, bukan langsung memukul dengan kesimpulan instan.

Dunia pelan-pelan akan lebih lembut, kan?

Karena mungkin…
yang membuat suasana ramai bukan tulisan-tulisan yang berbeda pendapat,
tapi hati-hati kita yang terlalu terburu-buru menyimpulkan,
dan terlalu jarang menenangkan diri.

Pada akhirnya, kedewasaan bukan tentang siapa paling cepat membantah, atau siapa paling vokal membenarkan diri.
Kedewasaan itu soal bagaimana kita menahan diri, membaca dengan jernih, dan berbuat baik tanpa perlu heboh.

Exit mobile version