Apa yang kamu harapkan saat berobat ke rumah sakit? Sembuh… atau malah pulang bawa penyakit baru?
Pertanyaan sederhana, ke rumah sakit, pakai masker atau tanpa masker?
Beberapa hari lalu, aku menemani anak kontrol ke dokter. Saat urusan kami hampir selesai, datang calon pasien—sepertinya orang dalam rumah sakit—didampingi sekuriti. Dia menghampiri perawat di depan kami, menanyakan dokter yang dituju ada atau tidak. Lalu dia bilang, dengan santainya, kalau sedang gondongan.
Aku yang awalnya cuek langsung kaget.
Dalam hati cuma bisa bilang, “Apa? Gondongan tapi nggak bermasker?”
Aku refleks melirik sekeliling.
Perawat di depanku bermasker, tapi melorot.
Sekuriti? Nggak pakai masker sama sekali.
Alhamdulillah, kami sekeluarga bermasker. Anak yang berdiri di sampingku jelas mendengar pengakuan itu. Dia kaget, langsung menjauh mendekati papanya, sambil merapikan maskernya—menutup rapat bagian hidung.
Begitu urusan selesai, kami buru-buru ke lift. Dalam hati berharap calon pasien tadi nggak ikut masuk.
Tapi ya… saat pintu lift hampir menutup, jreng jreng—dia ikut masuk.
Anakku langsung teriak kaget melihat si mas yang gondongan itu. Aku refleks menenangkan anakku, sambil menahan perasaan nggak enak kalau reaksinya dianggap berlebihan.
Tahu nggak? Di dalam lift itu, hanya kami sekeluarga yang bermasker.
Yang lain? Tidak.
Artinya apa? Orang-orang di lift itu berpotensi tertular gondongan. Belum lagi pasien dan keluarga lain di rumah sakit yang dilewati tanpa perlindungan.
Jadi jangan heran kalau ada yang bilang,
“Ke rumah sakit satu penyakit sembuh, eh pulang-pulang muncul penyakit lain.”
Lalu bingung sendiri, ketularan dari mana, ya?
Coba dicek lagi. Ke rumah sakit pakai masker atau nggak?
Namanya juga rumah sakit. Isinya orang-orang sakit—ada yang menular, ada yang tidak.
Kalau memilih nggak bermasker, ya… siap-siap saja dapat oleh-oleh penyakit baru.
Semoga kita semua lebih sadar.
Bukan cuma buat diri sendiri, tapi juga buat orang lain.
Karena menjaga itu bukan lebay—itu bentuk peduli.
