Kalau ada kelompok penggila belanja online saya seharusnya masuk. Itu kalau kumatnya datang, beuh bisa kalap. Sekalap-kalapnya sih biasanya bisa direm. Cuma setelah itu saya cuma bisa melotot sambil berpikir adakah “obat” yang membuat saya tidak lagi gila belanja online (gibol)?
Paling parah pas cuti melahirkan, itu kalap sekalapnya. Sampai lebih dari Rp1jutaan dan itu semua sebagian besar untuk keperluan anak.
Agak sedih lho rasanya pas ngitung sudah berapa yang saya habiskan. Karena belanja dengan nominal sedikit tapi berkali-kali jadi nggak terasa sudah menggunung. Contohnya saja beli cloth diaper, beli almond buat bikin susu almond sendiri, terus beli baju menyusui, beli botol asi, beli botol dot persiapan kalau saya kerja. Pas dihitung, kepala pening, hehe…
Kalau saya perhatiin, saya menjadi gibol setiap habis melahirkan. Ketika kelahiran anak pertama juga begini, maksimal belanja itu Rp 500ribu. Dulu saya nggak kerja, jadi sadar diri lah. Kalau uang belanja habis, bisa nggak makan sekeluarga. Saya nggak akan berhenti sampai kapok sendiri atau suami sudah berbicara. Ya Tuhan, godaan apakah ini.
Kisah saya kenal belanja online bisa dibaca di sini. Dan memang, awal mulanya karena saya malas pergi-pergi karena jalanan sering macet yang luar biasa. Suami pun sibuk, jadinya pilih belanja online.
Pas anak pertama umur setahun, gibol sudah mereda. Tapi, jangan sampai saya berbelanja online lagi. Kalau sudah begitu, biasanya kumat gibolnya sampai kapok.
Apa benar belanja online itu bikin ‘nyandu’?
Kini, saya sudah tidak kerja lagi dan anak sudah dua. Alhamdulillah banget, sudah lebih dua bulanan belanja onlinenya sudah dikurang-kurangi. Maksimal dua kali dalam sebulan dan nggak nyampe Rp 200ribu. Semoga nanti bener-bener bisa stop. Belanja kalau kepepet aja, hehe…
Kalau saya pribadi, mengobati kecanduan belanja online (apa ya istilah halusnya) bukan hal yang mudah. Cuma, saya berusaha menguranginya dengan:
1. Menulis blog atau menyibukkan diri
Inilah rutinitas yang saya lakukan selain pekerjaan rumah. Saat waktu sudah senggang dan anak pada tidur, gadget di tangan tapi bukan buka toko online. Saya lebih memilih menyibukkan ngetik-ngetik cantik di draf. Syukur-syukur rampung cepat. Lumayan, tulisan rampung anak bangun dan aktivitas bermain sama anak berlanjut. Toko online tak tersentuh deh, hehe…
Yang penting, jangan membiarkan waktu kosong lihat-lihat toko online, kalau sudah ngiler, nanti susah direm.
2. Inget dompet
Hidup itu pilihan, kalau sayang keluarga ya masa tega uang bulanan dipakai buat belanja online. Paling telepon atau BBM suami minta izin “Boleh beli nggak?” Biasanya nih jawabnya “Tidak”. Kalau sudah begini, manggut-manggut aja.
Keseringan saya beli barang-barang yang sebenarnya nggak urgent. Bisa ditunda kapan saja kalau tabungan sudah keisi.
3. Pertimbangan Urgent atau tidak
Ini yang saya sebut di atas. Saya seringnya belanja barang-barang yang sebenarnya nggak harus sekarang. Jadi itu mupeng aja atau keburu nafsu ingin beli, hehe… Kalau sudah beli baru mikir itu barang mau ditaruh di mana dan dipakainya paling sekali-kali.
4. Sedekah
Yang ini saya memang sadar, masih harus belajar banyak. Saat dompet tebel jangan lupa bersedakah. Daripada pakai buat beli barang-barang yang sebenarnya nggak perlu-perlu banget, mending buat yang lebih berguna dan untuk bekal kita nanti.
Empat langkah itulah yang saya lakukan dan semoga bisa menjadi ‘obat’ buat saya, hehe..
Note: Ini nggak bermaksud menuding gibol itu jelek ya. Tapi, khusus bagi saya gibol mulai menipiskan isi dompet dan memenuhkan rumah mungil, hehe