Tiba-tiba saya menjadi melow. Ini tentang anak teman yang menjadi korban pelecehan seksual. Anaknya masih berusia 4 tahun dan menjadi korban pelecehan seksual pria dewasa yang entah otak dan hatinya di mana. Ya Tuhan, begitu berat perjuangan sang ibu dan suaminya itu untuk menegakkan keadilan.
Ya, air mata saya menetes saat saya menuliskan blog ini. Orangtua yang sedang tertimpa musibah ini berusaha tegar di depan anaknya dan mencari keadilan di lembaga yang katanya penegak hukum. Tapi, selama dua bulan kasusnya seperti berjalan di tempat.
Kejadian yang menimpa gadis mungil itu memang sudah Januari lalu, tapi keluarga dibuat harus sabar dengan lambatnya proses pemeriksaan di kepolisian. Sang ibu sampai berkata apa karena mereka rakyat biasa semua dipersulit? Sungguh, saya tak punya jawaban tapi mungkin itu yang terjadi sebenarnya.
Saya tak bisa banyak membantu, hanya doa dan dorongan semangat untuk temanku yang jauh di sana.
Semua pasti bisa membayangkan, musibah itu saja sudah membuat mereka terpukul. Tangis sang ibu seakan sulit berhenti usai mendengar cerita dari mulut mungil gadis manisnya. Belum lagi hari-hari lainnya memikirkan bagaimana kasus yang menimpa mereka bisa mendapat keadilan. Dan bagaimana dampak psikologis pada anaknya.
Bak petir di siang bolong, hati sang ibu hancur ketika balita manis itu bercerita perlakuan tak senonoh pria tersebut. Tapi, ia harus tegar. Tak ada yang tahu berapa kali tangisan dan doa yang dipanjatkan sang ibu untuk anaknya.
Ia dibuat heran, segala cara sudah dilakukan agar anak gadisnya dijauhi dari pelecehan seksual. Berkali-kali anaknya diingatkan bagian tubuh pribadi yang dilarang disentuh orang. Berkali-kali ia memperlihatkan video yang menjelaskan langkah-langkah mencegah dan menghindari pelecehan seksual. Tapi, mengapa anaknya tetap jadi korban?
Dan kini, langkah orangtua balita tak berdosa tersebut dipersulit. Saksi-saksi memberatkan yang awalnya berjanji membantu menjauh. Mereka pun digertak aparat karena dianggap tak bisa memberikan saksi yang memberatkan pelaku 🙁
Ya Tuhan, saya menyebut pelaku itu kejam dan tidak bermoral. Kemana hati nuraninya? Mungkinkah semua akibat khilaf? Andaikan pelaku mengakui kesalahan dan siap dihukum, mungkin ceritanya bisa berbeda. Jangan sampai pelaku yang orang terdidik malah berbalik melawan.
Saya tahu, saya tak boleh menjudge pelaku bersalah sebelum ada ketok palu di pengadilan. Kita hanya bisa menduga dengan menjunjung asas praduga tak bersalah. Tapi…bagi saya pelaku tetap bersalah.
Andaikan saya anak presiden atau minimal anak Kapolda, mungkin sudah saya bantu agar kasus tersebut bergerak cepat. Tapi, saya hanya rakyat biasa. Saya pun tak tahu banyak bagaimana langkah-langkah yang harus dilakukan, siapa yang harus mendampingi mereka, dan bagaimana mengajak saksi bersaksi 🙁
Lokasi kejadian sepertinya juga menjadi alasan kasus ini jauh dari sorotan, beda lagi jika kasus tersebut terjadi di ibukota. Bisa saja media langsung menyorotnya dan komisi perlindungan anak bersatu membantu.
Rasanya diri ini begitu kecil karena tak bisa membantu temanku. Maafkanku teman, langkahku terbatas. Kini hanya doa yang bisa kupanjatkan dan semoga Tuhan mempermudah langkah keluargamu. Teruslah berjuang, tak ada sesuatu yang tak mungkin jika Tuhan berkehendak.
Di balik kesulitan pasti ada kemudahan, aamiin..