Blog ini saya tulis saat pikiran kemana-mana dan perasaan tak menentu. Ini kisah saya yang menjadi korban salah satu travel umroh yang lagi hits. Semua pada bertanya, kok bisa daftar ke travel itu? Kalau tahu bermasalah siapa yang mau mendaftar ke sana 😀
Nama saya bukan yang tertulis di formulir pendaftaran, tapi nama Asisten Rumah Tangga (ART) yang bekerja di rumah saya. Dan uang tersebut juga bukan dari saya, melainkan hasil tabungannya sendiri.
Berarti salah saya donk? Silakan jika ada yang berpikir seperti itu. Saya hanya melihat dari pengalaman keluarga yang lancar jaya. Dan saat saya mau mendaftar, saya belum menemukan berita kisruh seperti saat ini.
Memang travel ini menawarkan harga yang menggoda. Siapa yang nggak mau bisa umroh dengan harga miring. Memang banyak orang yang berkata, kalau murah belum tentu aman. Tapi, bagaimana jika orang tersebut hanya memilik uang terbatas tapi keinginan beribadah sangat kuat.
Bibi, panggilan ART kami, memang mempercayakan saya mengurus segalanya. Mulai mendaftar hingga membayar dan segala macam. Beliau beralasan karena tak tahu jalan dan tak tahu harus bagaimana. Wajahnya terpancar kebahagiaan ketika saya selesai membayar dan mengatakan Bibi jadwal berangkatnya akhir tahun 2017.
Tapi, kini wajah bahagia itu berubah kusut. Saya mau tak mau memberitahukan bahwa travel yang saya pilih bermasalah. Saya mengajukan opsi, mau lanjut tapi nggak jelas. Atau tarik dananya tapi nggak jelas juga cairnya kapan. Maju mundur mentog euy.
Ini baru satu kisah dari Bibi. Bagaimana dengan ribuan jamaah lainnya? Mau refund saja prosesnya carut marut. Antrean ngga beraturan, jamaah harus siap dicuekin.
Saya memang belum mengalaminya, tapi beberapa teman bercerita.”Kalau mau refund harus kuat niatnya. Suasana di dalam penuh dengan emosi,” kata teman.
Jangan kaget saat proses refund menemukan jamaah yang pingsan, stroke, atau jantungan. Lelah diPHPin, emosi, dan usia lanjut membuat tubuh mudah terkena serangan penyakit dadakan.
Sejumlah jamaah yang sudah sepuh datang dari provinsi nun jauh di sana demi mengurus refund. Bayangkan saja, tubuh mereka yang sudah renta dengan jalan tergopoh-gopoh harus ikut mengantre. Mereka menagih hak mereka, beribadah. Jika masih ada harapan, tentu mereka lebih memilih berangkat.
Tapi, harapan seakan kandas. Tak ada kepastian, tak ada tanda-tanda itikad baik dari pemiliknya yang tak pernah menunjukkan batang hidungnya. Kemana hati nurani pemilik travel, apakah mereka tak mendengar jeritan dan rintihan serta doa para calon jamaah. Ato mereka mendengar tapi bertingkat seolah-olah tak mendengar.
Kini para jamaah hanya bisa berdoa berharap ada keajaiban dari Yang Maha Kuasa. Tetap berangkat atau uang kembali penuh 🙂
#curcol