Site icon MamaBocah

Catatan Kecil Tentang Hidup, Kematian, dan Kesadaran Kita

Setiap kali membuka media sosial atau melihat story WhatsApp, rasa sedih itu selalu muncul. Berita duka datang dari teman, kerabat jauh, bahkan tetangga. Yang membuat hati mencelos, banyak dari mereka masih muda—usia produktif, punya anak kecil, dan sedang berada di fase terbaik hidupnya.

Ilustrasi Feepik

Di sisi lain, para lansia yang berpulang pun sering meninggal dalam kondisi cukup berat. Banyak dari mereka tertular penyakit dari anak atau cucunya yang baru pulang dengan kondisi batuk-pilek, tanpa sadar membawa risiko ke dalam rumah.

Kematian itu tak kenal usia

Kita sering berpikir bahwa orang muda punya “jatah umur” yang lebih panjang. Tapi kenyataannya tidak begitu.
Sementara itu, menjadi lansia bukan berarti “wajar” untuk menderita di akhir hayat. Justru merekalah yang paling butuh perlindungan.

Kalau ada data jelas tentang kenaikan jumlah anak yatim, piatu, atau yatim piatu, mungkin orang akan lebih sadar bahwa pencegahan itu bukan hal remeh. Bahkan untuk angka kenaikan kematian usia muda saja sulit dicari, sehingga masyarakat menganggap semua kematian sebagai “takdir” tanpa melihat peran faktor risiko dan pencegahannya.

Padahal, jujur saja… aku nggak tega.
Kalau masih ada cara untuk mencegah, kenapa tidak?

Melihat banyak kematian membuatku bertanya: Kapan giliranku?

Setiap berita duka memaksa kita menghadapi realitas:
Kematian tidak menunggu siap.

Aku sering bertanya dalam hati—bagaimana dengan jatahku? Suamiku? Atau bahkan anak-anakku?
Anak-anakku masih kecil. Kami masih punya banyak mimpi, termasuk umrah atau haji bersama. Kadang aku tidak yakin kapan kami siap. Tapi yang aku tahu, kehilangan itu menyakitkan. Kita hanya bisa mengirim doa karena wujud mereka sudah tidak ada lagi.

Rasanya seperti diingatkan bahwa hidup itu rapuh… dan setiap hari bersama keluarga adalah hadiah.

Pencegahan itu bentuk cinta

Mungkin tulisanku ini hanya terlihat seperti curahan hati. Tapi aku berharap ada yang tersentuh dan mulai peduli. Karena pencegahan bukan hanya soal kesehatan pribadi—tapi juga tentang menjaga masa depan orang yang kita sayangi.

Mulai dari hal kecil:

Hal-hal kecil yang kadang kita abaikan, tapi sangat berarti untuk orang lain.

Untuk diriku sendiri

Semoga aku tetap dikuatkan—sehat fisik, sehat hati, sehat pikiran.
Semoga aku bisa terus berjuang untuk anak-anakku, suamiku, dan siapapun yang mungkin tersentuh oleh tulisan-tulisanku.

Kadang aku merasa perjuangan ini kecil, hanya berupa kata-kata. Tapi siapa tahu, dari tulisan yang sederhana, ada satu orang yang jadi lebih peduli. Dan dari satu orang itu, efeknya menyelamatkan banyak jiwa.

Exit mobile version