Perasaan sedih ditinggal Ramadan bercampur aduk dengan kebahagiaan menyambut Idul Fitri. Dan Idul Fitri identik dengan mudik. Mulai dari asisten rumah tangga (ART) sampai tukang sayur juga pada mudik. Jadilah agak susah mencari tukang sayur keliling.
Mudik tak kenal status ekonomi. Siapapun berusaha kembali ke kampung halamannya setelah setahun mencari rezeki di luar kampung halamannya. Kata orang uang yang dicari selama setahun itu dihabisi saat mudik, lebay banget yaa 🙂
Kembali ke tukang sayur. Beneran deh, kalau lebaran itu jadi lebih boros. Suka jajan atau pakai jasa delivery order. Sebenarnya mau masak bisa saja, tapi mesti beli di supermarket sayur-sayurannya. Saya belum pernah nyoba sih, cuma berapa harganya tuh kalau beli di supermarket 😀
Kalau ART mudik, tentunya semua jadi harus dikerjakan sendiri. Mulai dari nyuci baju, nyetrika, ngepel, dll. Biar nggak repot sendiri, dulu biasanya saya bagi kerjaan sama suami. Saya bagian masak sama nyuci, suami ngepel dan nyetrika atau sebaliknya.
Tapi, banyak yang mudik itu juga ada enaknya. Jalanan di ibukota jadi lengang. Wus..wus…nggak ada Komo lewat.
Cuma, keluar pas hari H lebaran siap-siap maceeeeeet. Semua orang pada keluar buat silaturahmi. Jadilah kami jarang mau keluar di hari pertama. Jalan-jalan silaturahminya hari kedua saja 😀
Jadi apa saja printilan-printilan yang dialami saat Lebaran:
1. ART mudik
Saya sih nggak ada ART menginap, pakainya yang pulang pergi. Jadi nggak terasa banget. Paling terasanya jadi harus rajin nyuci dan gosok.
Dulu semasa masing punya ART nginap, terasa banget kalau mudik. Apalagi saya kerja. Pikiran suka dag dig dig, balik lagi nggak yaa.. Buat kerjaan rumah sih masih bisa diakali.
2. Tukang sayur langka
Tukang Sayur..sayur…kemana engkau berada. Nggak ada tukang sayur bikin tongpes.
3. Jajan
Makanan jadi nggak terkontrol, apa saja disantap. Junk food masa bodo aja 😀 Kata papanya bocah sih sekali-kali nggak apa-apa. Ampun deh, sekali-kali tetep aja.
Habisnya mau masak, sayur juga nggak ada. Kalau mau ada sayur, beli dulu ke supermarket. Itu juga berat diongkos, ujung-ujungnya nanti jajan ini itu. Makanya saya mah lebih seneng belanja di tukang sayur keliling, hehe..
Memang ya setiap hidup itu ada enak nggaknya. Kalau mau enaknya aja agak-agak susah kayaknya. Hooorang kayah juga pasti ngalami ada nggak enaknya. Siapa bilang mereka hidupnya enak terus, malah lebih berat pertanggungjawabannya.
Hidup di dunia ini seperti dua sisi saja, kalau ada yang baik tentu ada yang buruk. Ada yang enak, di sisi lain juga ada nggak enaknya. Jadi saya terus belajar membuat hidup ini dinikmati saja dengan terus bersyukur. Bismillah..
1 thought on “Lebaran, Mudik, dan Langkanya Tukang Sayur”