Apa yang Membuat Kita Berat Membaca?

Kadang aku penasaran… sebenarnya apa sih yang membuat banyak dari kita merasa berat untuk membaca?


Padahal sekarang konten di media sosial makin beragam: ada yang merangkum isi novel, ada yang mereview buku-buku referensi, bahkan textbook pun diringkas jadi cerita menarik.

Ilustrasi Freepik

Aku jadi bertanya ke diri sendiri dan ke kalian:
Buku seperti apa yang kalian suka?
Novel? Komik? Buku referensi? Atau jenis lain yang bikin kalian merasa “ketemu rumah”?

Bagiku, aku cenderung senang membaca buku referensi atau storybook. Kadang juga buku-buku tentang mindfulness—yang sering kali terasa seperti menatap cermin. Ada bagian-bagian tertentu yang menusuk hati, karena rasanya persis menggambarkan diri sendiri.

Pertanyaannya:
kalau sudah terasa menohok seperti itu, apakah kita memilih lanjut membaca… atau justru skip?

Jujur, aku memilih lanjut. Bukan karena aku kuat, tapi karena aku ingin belajar berpikir terbuka. Kadang yang menyakitkan justru yang membantu kita tumbuh. Kadang yang membuat hati tidak nyaman, justru yang membuka pintu kesadaran.

Tapi tentu, setiap orang datang dari kondisi yang berbeda. Ada yang sedang lelah, ada yang penuh beban, ada yang belum siap menghadapi apa yang ia rasakan. Dan itu nggak apa-apa. Membaca pun butuh kesiapan hati.