Pagi-pagi enaknya bahas soal makanan…
‘Jangan ngaku orang Tangsel kalau belum ke Eat Republic‘. Begitu kira-kira tulisan yang kerap saya baca di media sosial. Penasaran dunk, kayak apa sih dalemannya Eat Republic yang balihonya segede gaban dengan foto Pakar Kuliner Bondan Winarno Mak Nyus.
Mari kita serbu.. Seperti biasanya, kalau saya keluar harus sepasukan. Maksudnya, saya dan dua anak itu wajib. Kalau suami ikut, suami yang jadi komando. Kebetulan, saat itu nenek lagi menginap di rumah. Kami serombongan ke Eat Republic pada Kamis malam. Mau foto-foto, gadget pada ditinggal. Cuma bawa BB superjadul. Waduh, bagaimana mau foto-foto. Malam pula 🙁
Sekadar info, EatRepublic ini berada di Central Business District (CBD) South City, Pondok Cabe, Tangerang Selatan, dengan pengembang Wiraland Property Group. Tepatnya di samping pom bensin di seberang lapangan terbang Polisi Udara Pondok Cabe. Jadi nggak jauhlah dari rumah, cuma 3 km (kira-kira).
Ketika kami sampai di sana, parkiran depan sudah penuh. Ada sayangnya, ornamen atau apalah itu yang dari bambu-bambu di dekat pintu masuk itu agak mengganggu. Mana mobil banyak yang parkir di situ, jadi sempit gitu buat lewat. Maklum pertama datang, masuk lewat jalan yang utama saja. Waktu itu kami parkir di belakang, lumayan belum terlalu penuh.
Pemandangannya sih asyik. Interiornya juga bikin nyaman, teduh deh. Serba kayu dan bambu. Dan mengikuti desain kekinian. Sayang saya nggak bisa foto banyak. Selain nggak bawa kamera, saya sibuk gendong anak, hehe…
Eat Republic ini kebanyakan menyajikan kuliner nusantara. Katanya ada 700 makanan yang dijual. Tapi, masa iya saya hitung. Meski konsepnya makanan nusantara, pembeli juga bisa menemukan ramen, dimsum, takoyaki, dan lain-lainnya. Katanya sih makanan yang disajikan 90 persen masakan nusantara, dan 10 persennya masakan Asia.
Pas kami masuk, disambut sekuriti. Tapi, nggak ada pemberitahuan apa-apa tentang tata cara beli makanan atau apalah gitu. Saya cuma lihat papan bertuliskan Dicari Penjual yang mau bergabung. Apa saja? Masakan nusantara, oleh-oleh, jus, dan masih banyak lagi.
Buat yang baru pertama kali datang, jangan langsung duduk saja atau ikutan ngantre di gubuk-gubuk makanan. Nanti disuruh balik ke kasir lho. Soale ini tipenya pakai kartu. Jadi datang langsung ke kasir ya. Nanti beli kartu dulu dan isi dulu kartunya mau berapa rupiah.
Yang belum punya kartu, beli dulu. Ada yang harian dan ada yang seumur hidup. Yang harian Rp 50rb, kalau sisa uang bisa kembali tapi potong Rp 12.500. Kalau seumur hidup minimal Rp 100ribu, sisa uang nggak bisa diambil. Tapi bisa buat kunjungan berikutnya.
Ini dia si kartu sakti Eat Republic
Orang bilang mirip Eat & Eat. Saya sendiri belum pernah ke sana, nggak gaul 🙂 jadi nggak tahu.
Pada hari pertama pembukaannya 23 April 2015, beberapa orang yang datang nggak tahu bagaimana cara pembayarannya. Sepertinya mereka berpikir beli langsung bayar di gubug. Jadinya, beberapa ibu-ibu kasihan sudah mengantre panjang cuma mau beli tahu telur, pas sudah kasih uang ke penjualnya ditolak. Alasannya, pembayaran di Eat Republic itu pakai kartu….
Salahnya di mana? Saya kurang tahu, karena nggak di tempat. Tapi teman-teman mengatakan, nggak ada pemberitahuan atau setidaknya woro-woro begini lho cara belanja makanan di sini.
Kembali ke cerita kami. Kalau suami bilangnya tempatnya nggak bersahabat. “Makannya bikin capek, balik sana sini”. Hehehe…
Begitu deh. Kebiasaan dimanja di tempat makan. Duduk, pesan, makanan diantar. Kalau di Eat Republic, mau pesan makanan muter-muter dulu mana yang menarik. Beruntung kalau kursinya dapat yang dekat. Kalau nggak, olahraga deh.
Setelah pesan, nunggu beberapa menit, baru bawa sendiri. Nah kalau 10 menit, meja dan kursi jaraknya beratus-ratus meter bagaimana. Mau balik ya ogah, nunggu di depan gubuk ya juga lumutan, hehehe… Tapi mau nggak mau pilihan terakhir yang dijalani.
Saya yang gendong si putri kecil memilih di tempat saja. Makanan nitip suami, jadinya suami yang bolak-balik. Pantes bilang makannya bikin capek, hahaha…
Waktu itu saya pesan Sup iga goreng yang seporsinya Rp 51.000 (pesanan termahal kami). Itu sudah termasuk pajak. Suami yang pesan dan katanya ambil lagi 10 menit. Tapi saya lewat dari waktu itu karena menunggu suami selesai makan untuk gantian menggendong. Maklum si kecil nggak betah di stroller dan saya nggak menemukan high chair buat bayi. Pas saya ambil, sup sudah kurang hangat karena sudah kelamaan menunggu saya jemput.
Untuk rasa, dari 10 saya kasih nilai 8. Kalau hangatnya pas, mungkin lebih enak lagi. Suami dan nenek memilih nasi bakar ayam dan nasi bakar bandeng yang harganya sekitar Rp 27 ribu sampai Rp 38ribu. Jagoan kecil pilih nasi goreng yang harganya sekitar Rp 20-an ribu.
Buat anak kecil pastinya porsinya kebanyakan, jadi sisanya dibawa pulang. Seperti biasa, emaknya bagian penghabisan meski itu sudah di rumah. Pas saya coba enak, hehehe…
Minumannya kami pilih teh poci. Itu bisa diisi ulang sepuasnya asal struk pembayarannya masih ada. Teh pocinya pakai gula batu.. Suami sih senang dengan rasanya 🙂
Setelah ditotal, kami berempat menghabiskan Rp 180ribu. Lumayan, dibanding ke mal yang jaraknya jauh dan macet, hehehe… Nasib, rumah jauh dari ibukota 🙁
Menurut saya pribadi, tempat ini cocok yang suka kulineran. Makanannya macam-macam. Ada soto lamongan, gado-gado, lontong sayur Medan, gurame terbang goreng, sate padang, konro bakar, pempek, dan masih banyak lagi. Mungkin kalau si kecil mau di stroller emaknya bisa muter-muter dan suami makannya nggak capek, hehe.. Semoga benar sampai 700 makanan yang disajikan.
Terus bukanya jam berapa, kalau nggak salah nih Senin sampai Jumat buka dari pukul 10.00 WIB sd 22.00 WIB. Sabtu bukanya sama tapi sampai pukul 00.00 WIB. Minggu buka pukul 07.00 WIB sd pukul 21.00 WIB. Ada Live Music juga lho di waktu-waktu tertentu.
Terus bagaimana pendapat suami soal makan yang bikin capek, apa kami kapok? Hehehe… Belum tentu, masih penasaran bagaimana caranya biar makan enak nikmat tanpa capek 😀 Siapa tahu ada kursi kosong dekat makanan yang kami incar 🙂
Ada satu yang agak mengganjal. Pas menemukan tempat yang dekat makanan, eh dekat tamu yang merokok. Saya termasuk orang yang nggak kuat asap rokok. Selain itu, saya juga bawa bayi dan anak yang masih kecil. Mana mungkin saya tega membuat anak-anak saya menjadi perokok pasif. Apa ada tempat yang khusus No Smoking? Semoga ke depannya ada solusi bagi konsumen seperti saya.
waduh mau bayar aja refooot, mending yg simple aja deh.datang order, abis makan baru bayar kelar deh gk pake kartu2an 😀
Hahahahaha.. refoooot abizzzz 😀
Iya, mirip Eat and Eat. Dulu kami pernah juga makan di food court berkonsep seperti ini di Mal Kota Kasablanka. Agak repot memang, dengan semua sistem pembayaran via kartu dan posisi konter makanan dan tempat kami yang berjauhan, jadi kalau tidak mau repot, kami biasanya pesan makanan yang dekat-dekat dengan tempat duduk kami :haha. Yah, kalau mau makanan yang tempatnya jauh, mesti mau berjuang :hehe.
Perjuangan banget ya klo jauh, sampe2 udah ga laper lagi, hehehe
Kalau begitu, kita makan siang di tempat lain aja ya :hehe. Capek jalannya :huhu.
Warteg Gar 😀
Boleh… :hehe.