Kenapa Sering Share Soal Kesehatan Anak?


Ilustrasi Freepik

Semuanya bermula dari rumah kami sendiri. Dari dua anakku yang sakit berulang setelah kena COVID, sampai akhirnya berujung jadi asma. Lalu apa aku menyalahkan vaksin COVID? Tentu tidak. Soalnya salah satu dari mereka bahkan belum vaksin waktu itu.


Sebelum asma muncul, mereka sudah sering banget batuk pilek. Dua minggu izin sekolah, dua minggu masuk, habis itu sakit lagi. Sampai suatu term, total izin mereka 59 hari. Hampir dua bulan, lho. Kebayang kan capeknya?

Anak wedhok yang duluan begitu, lalu disusul adiknya. Padahal kalau ada yang sakit, di rumah sudah ada “aturan main”: siapa pun yang batuk, pilek, atau demam harus pakai masker terus.

Dan aku ini seperti toa berjalan—begitu mereka lepas masker, aku ingetin lagi. Bukan galak, cuma realistis. Soalnya kalau semua tumbang, aku ikut tepar, lalu siapa yang merawat mereka? Nggak ada ibu yang tenang kalau anaknya struggling dan dirinya sendiri juga keteteran.

Rasa nggak enak, rasa takut, rasa capek yang menumpuk itu akhirnya yang bikin aku pengen berbagi. Karena anak sakit berulang itu bukan hal sepele. Ada rasa deg-degan setiap kali mereka mulai batuk—seperti menunggu gong berikutnya. Dan ya, buat kami, gong itu ternyata bernama asma.

Mungkin setiap anak beda-beda, ada yang gennya kuat, ada yang lebih rentan. Tapi intinya sama: menjaga itu tetap penting, karena tubuh mana pun ada batasnya. Kena hantaman bertubi-tubi, pasti rapuh juga.

Aku nggak berharap semua orang baca tulisanku. Kalau kalian siap, silakan baca. Kalau merasa terpicu atau nggak nyaman, silakan skip. Nggak apa-apa kok.

Yang aku inginkan cuma satu, mari jaga anak-anak dengan cara masing-masing. Yang kuat jangan sampai jadi “penyumbang risiko” ke yang lemah. Karena kesehatan itu kerja sama, bukan kompetisi.

Dan jujur saja… sejauh ini di media sosial, aku sering lihat orang sibuk menyalahkan vaksin untuk segala hal. Selama itu masih berupa konspirasi tanpa bukti yang jelas, menjaga itu bukan hal yang salah.

Ironisnya, yang paling nyaring menyalahkan vaksin seringkali tetap keluyuran saat sakit, nggak pakai masker, dan mengandalkan empon-empon seolah itu tameng segala risiko.

Kalau tubuhmu kuat, syukuri. Tapi jangan jadikan itu alasan meremehkan kesehatan orang lain. Mau merusak diri sendiri terserah, tapi jangan sampai merusak keluarga orang lain juga.

Untuk kalian yang merasa “kembali ke alam” adalah cara yang valid, silakan. Itu pilihan, dan aku menghargainya. Tapi tolong selipkan juga satu hal penting: edukasi untuk peduli sesama. Pakailah masker ketika sedang sakit, bukan malah menyebar hoaks bahwa masker yang mematikan atau bahwa virus itu cuma “jadi-jadian”.

Karena pada akhirnya, langkah paling sederhana kadang justru yang paling menolong. Satu masker, satu tindakan kecil untuk menahan diri saat sakit, bisa menyelamatkan orang lain yang tubuhnya lebih rapuh. Kembali alam boleh, tapi peduli tetap perlu. Semuanya berjalan beriringan