Wanita mana yang tak bahagia bila dokter menyampaikan kabar yang menggembirakan. Tentunya itu tentang hamil. Namun, saat proses melahirkan saya mengalami hiperkontraksi.
Saat anak pertama saya memilih tak bekerja. Sehari- hari hanya di rumah. Entah pikiran yang masih belum dewasa atau malas, saya seringnya tidur- tiduran.
Saya termasuk hamil yang mual-mual. Alhasil malas makan. Semua orang sudah memaksa saya makan, tapi namanya juga mual. Memang sih harusnya hayu aja makan, terserah nanti dikeluarin lagi atau nggak, cuma gimana ya. Muntah itu bukan hal yang menyenangkan. Perut jadi sakit.
Beruntung mual itu hanya berlangsung empat bulan pertama… Setelah itu makan terus sampai susah direm. Saya paling suka minum Ener**n…eh menjelang akhir bulan, badan sudah keberatan. Sampai ngos-ngosan kalau jalan.
Mulas Semalaman
Waktu melahirkan pun tiba.. Semua bermula pada 7 Mei 2009 pukul 21:30 WIB, atau malam Jumat, Perut tuh mules. Kayak mau BAB yang mencret (maaf) tapi nggak bisa.. Terus flek-flek. Saya ingat pesan mertua, ke dokter kalau mulesnya sudah dalam periode tertentu (lupa kayaknya 5 menit sekali).
Semalaman itu benar-benar nggak bisa tidur. Sebentar-sebentar mulees… akhirnya pada 8 Mei pukul 05.00 WIB saya sudah nggak tahan. Minta tolong suami anterin ke dokter. Eh sampai di sana kirain udah pembukaan berapa, tahu-tahunya masih setengah. Cuma kok sakitnya nggak ketulunngan, ya Tuhan….
Dokter pun dipanggil dan setelah diperiksa saya didiagnosa mengalami hiperkontraksi. Kontraksinya sudah kayak pembukaan lima, itu berdasarkan pemeriksaan pakai alat.
Dokter pun bertanya apa saya minum rumput fatimah atau pemicu kontraksi lain ya? Saya jawab tidak.. Itu kontraksi tiba-tiba aja. Si dokter meminta bidan memberikan obat ke saya biar ga hipekontraksi lewat inpus. Dan anehnya setelah diberi obat, mulesnya hilang sama sekali.
Dokter terus memantau kontraksi dan detak jantungku dan babynya.. Seingetku kayaknya jantungku berdetak kencang, lupa berapanya. Alhasil, baby-nya juga kencang detak jantungnya..
Sekitar pukul 12:00 WIB, dokter datang lagi dan melihat jantungku dan babynya naik turun, jadi berisiko kalau diinduksi. Dan saat dicek pembukaan, tak ada yang berubah.. Saat itu, saya benar-benar takut…hiksss
Pilihan Berat
Dokter memberikan pilihan. Apabila pukul 19:00 WIB tak ada perubahan satu-satunya jalan dengan operasi caesar. Kalau pun saya nekat normal, harus siap-siap dengan risiko babyny masuk NICU.
Saya memang bersikukuh ingin normal. Tapi suami saya mengingatkan, normal atau caesar sama saja. Yang penting anak selamat.. Jangan karena ingin normal nanti menyesal seumur hidup.
Waktu terus berjalan, setiap pemeriksaan tak ada perubahan. Yang ada detak jantung babynya jadi melemah.. Saya pun pasrah… Bismillah
Kini tiba pukul 19:00 WIB. Akhirnya saya mengikuti operasi caesar… Berat tapi ini semua demi sang buah hati.. Setelah persiapan dan tanda tangan surat sya sampai di ruang operasi pukul 21:00 WIB. Jantung ini rasanya berdetak kencang.. Ngeri…
Operasi dimulai dengan bius yang masih membuat saya setengah sadar. Anastesi menyuntikkan obat di punggung itu rasanya lumayan.
Satu hal yang membuat saya nggak betah di ruang operasi adalah sesak napas. Saya ingin operasi segera selesai… Sekitar 15 menit operasi, terdengar suara tangisan bayi, Alhamdulillah… Tak lama kemudian bayi berbobot 3,8 kg diperlihatkan. Saya kaget karena wajah anak saya berjejak seperti bengap.
Sampai saat ini saya belum mendapatkan jawaban dari dokter kenapa saya bisa mengalami hiperkontraksi. Apa karena begitu tegang menghadapi persalinan? (Bersambung)