Pasien Sehat di Ruang Salah?

Malam ini, anak aku masuk rumah sakit untuk rawat inap sebelum tindakan biopsi dan sunat.

Kami ditempatkan di kamar rawat inap berisi dua pasien. Anak aku datang dalam kondisi relatif sehat, sementara pasien di sebelahnya menunjukkan gejala demam, sesak napas, dan batuk. Saya pun bertanya kepada perawat jaga, sakit apa pasien tersebut. Jawabannya,  bronkopneumonia.

Saya lanjut bertanya, apakah ada kewajiban tes antigen sebelum pasien ditempatkan dalam satu kamar. Jawabannya singkat, tidak ada, tapi katanya aman dan tidak menular.

Saya mencoba percaya. Meski di dalam hati, sebagai orang awam yang sering membaca soal kesehatan, aku tahu bahwa penyakit saluran pernapasan, baik disebabkan virus maupun bakteri, memiliki potensi menular.

Lalu muncul pertanyaan yang terus mengganggu pikiran aku, mengapa pasien dengan gangguan pernapasan digabung dengan pasien yang akan menjalani operasi?

Mungkin kamar rumah sakit sedang penuh. Mungkin tidak ada pilihan lain. Saya paham keterbatasan fasilitas bisa terjadi di mana saja. Tapi yang perlu digarisbawahi adalah satu hal penting, anak aku datang ke rumah sakit dalam kondisi sehat.

Jangan sampai tujuan awal datang untuk tindakan medis justru berakhir dengan membawa pulang penyakit baru akibat kelonggaran dalam penerapan aturan.

Sering kali, isu seperti ini dianggap wajar. Kalau ingin benar-benar aman, pilihlah rumah sakit atau kamar yang lebih mahal. Padahal persoalannya bukan soal kelas kamar atau biaya, melainkan soal prinsip keselamatan pasien.

Pasien yang datang untuk operasi, terlebih anak-anak, berhak mendapatkan perlindungan maksimal. Bukan hanya dari risiko tindakan medis, tetapi juga dari potensi infeksi silang yang sebenarnya bisa dicegah.

Keterbatasan sistem tidak seharusnya dinormalisasi. Rumah sakit perlu lebih peka bahwa tidak semua pasien datang karena sakit. Ada yang datang untuk dicegah, ada yang datang untuk dijaga.

Dan di situlah letak tanggung jawab besar sebuah layanan kesehatan, memastikan pasien pulang dengan kondisi yang sama atau lebih baik, bukan membawa masalah baru yang seharusnya bisa dihindari.

Semoga ke depan, keselamatan pasien benar-benar menjadi prioritas utama, bukan sekadar slogan di dinding rumah sakit.

Sebagai orang tua, mungkin yang bisa kita lakukan hanyalah terus bertanya, bersuara, dan menjaga kewarasan di tengah sistem yang kadang terasa abai. Bukan untuk mencari ribut, tapi untuk memastikan anak-anak kita aman.

Karena pulang dari rumah sakit seharusnya membawa harapan, bukan kecemasan baru. Semoga kita selalu diberi kekuatan untuk tetap peduli, meski lelah.